Thursday, April 7, 2011

Alasan Pembangunan Gedung Baru DPR

Pada awalnya adalah kabar bahwa gedung Nusantara I DPR sudah miring.  Selama ini, gedung itu menjadi kantor dari masing-masing anggota dewan. Ruang kerja anggota rata-rata memiliki luas 20 meter persegi sampai 25 meter persegi. Mendengar kabar itu, sejumlah wakil rakyat mulai disergap rasa cemas--terutama jika membayangkan gempa.

Sekjen DPR Nining Indra Saleh menyampaikan soal "miring" tersebut sebagai bagian dari Nota Penjelasan Sekretaris Jenderal DPR RI Tentang Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) DPR RI Tahun 2010, 15 Januari 2010, di rapat Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR dengan Sekjen DPR.

Berdasarkan data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra),  dalam Nota Penjelasan itu, Sekjen DPR minta persetujuan kepada anggota BURT mengenai penataan ulang terhadap gedung miring tersebut yang membutuhkan anggaran Rp 1,6 triliun. Belakangan, Badan Anggaran DPR menyetujui penataan ulang untuk gedung miring ini dengan nilai Rp 1,8 triliun, bukan lagi Rp 1,6 triliun.

Alokasi anggaran sebesar Rp 1,8 triliun ini akan digunakan untuk memperbaiki atau memperkuat struktur Gedung Nusantara I sebesar Rp 67,8 miliar dan rencananya juga bakal dibangun gedung baru dengan anggaran Rp 133,3 miliar dengan skema multiyears.

Tapi, angka itu belum juga stabil. Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Azis menyatakan, pemerintah dan DPR sepakat akan menganggarkan pembangunan gedung itu dalam tiga tahun. "Kalau tidak salah sudah disetujui sekitar Rp 1,33 triliun. Untuk tiga tahun," kata dia, akhir April 2010.

Gedung baru DPR itu kelak terdiri dari 36 lantai dan 700 ruangan. Gedung ini rencananya akan dibangun sejajar dengan gedung lama atau tepatnya berada di sebelah Gedung Nusantara I.  Semula, pembangunan akan dimulai pada 17 Agustus 2010. Pada kenyataannya, api kontroversi terus menyala sampai tahun berganti---dengan intensitas yang naik-turun.

Pada Maret silam, terbetik berita proyek pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat segera dijalankan. Pada 14 Maret 2011 semestinya proyek memasuki tahap pelelangan. Api kontroversi kembali berkobar tinggi.

Dalam situs resmi DPR, ada penjelasan soal alasan pembangunan gedung baru itu. Yaitu, demikian tertulis di sana, "Kapasitas maupun penataan ruang sudah tidak dapat menampung maupun mengatur jumlah karyawan/staff ataupun barang-barang/berkas yang berada di dalam ruang Gedung MPR/DPR/DPD-RI. Hal ini akan menjadi lebih bermasalah jika menjelang kegiatan-kegiatan kenegaraan di kawasan MPR/DPR/DPD-RI ini."

Ditambahkan, meja kerja staf dan jumlah staf tidak sebanding dengan luas ruangan. Hal ini mengakibatkan ruang gerak yang semakin sempit. Ruang perpustakaan juga sudah tidak memadai sehingga diperlukan penambahan dan penataan kembali.

Tapi, penjelasan itu tak kuasa menghentikan polemik--bahkan, di kalangan anggoota dewan sendiri yang sikapnya terbelah. Fraksi PDI Perjuangan, PAN, dan Gerindra lantang menyatakan tidak setuju. Sementara, Fraksi Partai Demokrat berdiri paling depan di barisan yang setuju.

Ketua DPR Marzuki Alie, dari Partai Demokrat menyatakan, harga bangunan gedung baru DPR tergolong murah. Hanya Rp 7,2 juta per meter persegi.  setiap anggota Dewan akan menempati ruang seluas 111,1 meter persegi.  Harga itu tergolong murah bila dibandingkan, misalnya, dengan harga gedung Mahkamah Kontitusi yang Rp 9 juta-Rp 10 juta per meter persegi.

Dalam  kesempatan lain, Marzuki menyatakan, rakyat biasa tidak bisa diajak memikirkan pembangunan gedung baru DPR. "Ini cuma orang-orang yang elite yang paham yang bisa membahas ini, rakyat biasa nggak bisa dibawa," katanya. Ia bilang, bagi rakyat yang penting adalah kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi.

Di seberang Marzuki, sejumlah pihak telah dan terus menyatakan penolakan. Sejumlah aktivis LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Penegak Citra DPR dan Pemantau Rencana Pembangunan Gedung DPR mengungkap kejanggalan dalam rencana pembangunan gedung baru DPR.

"Anehnya ada yang terlihat begitu ngotot untuk melaksanakan pembangunan gedung baru. Padahal berkali-kali DPR menyatakan menunda pembangunan atau ingin mengkaji dan mengevaluasi. Pernyataan seperti itu kami lihat sekadar meredam suara-suara kritis dari luar," ujar Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang saat beraudiensi dengan Fraksi PAN DPR RI, akhir Maret lalu.

Menurut Sebastian, berbagai kejanggalan itu antara lain terlihat dari gambar gedung baru DPR yang muncul secara tiba-tiba. Padahal, untuk membuat gambar atau maket gedung baru DPR itu dibutuhkan proses dan pertimbangan yang matang serta biaya. "Bagaimana tiba-tiba muncul gambar ini. Artinya sudah ada yang menyiapkan. Apakah ini tidak ada biayanya dalam membuat gambar," ujarnya.

Kejanggalan lain, menurut Koalisi,  proses pembangunan gedung baru ini seharusnya tidak langsung masuk pada eksekusi atau pelaksanaan tender pekerjaan, melainkan melewati tahap rekomendasi melanjutkan proses perencanaan dengan meminta pendapat teknis pekerjaan lanjutan. Kenyataannya, "Pada 14 Maret 2011, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Setjen DPR telah melaksanakan pengumuman prakualifikasi untuk pekerjaan konstruksi pembangunan gedung DPR," ujarnya. Kondisi seperti itu telah mengabaikan rasa keadilan masyarakat karena seharusnya pada tahap proses pembangunan gedung baru masyarakat harus dilibatkan pula. "Rakyatnya susah tapi gedung-gedung perkantoran pemerintahan dan DPR-nya mewah-mewah," ujar Sebastian.

Bersisian dengan Sebastian dan kawan-kawan, Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi LSM mengimbau seluruh warga negara Indonesia yang membayar pajak mengajukan somasi kepada pimpinan DPR terkait penolakan pembangunan Gedung DPR. "Formulir somasi dapat diperoleh di Posko Tolak Pembangunan Gedung DPR di kantor ICW, kantor LBH Jakarta atau YLBHI, dan website antikorupsi.org," kata Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho dalam siaran persnya, Senin (4/4).

"Somasi nantinya dapat disampaikan sendiri ke DPR atau melalui kantor ICW dan YLBHI/LBH Jakarta untuk disampaikan segera kepada pimpinan DPR RI," kata Emerson. Langkah ini bertujuan membatalkan rencana pembangunan gedung DPR dan mengembalikan anggaran kepada negara. DPR juga didesak meminta maaf secara terbuka melalui sidang paripurna atas rencana pembangunan gedung DPR yang dinilai telah melukai perasaan rakyat. "Bila somasi tidak dipenuhi, dalam jangka waktu tujuh hari setelah dilayangkan atau setidaknya paling lambat Selasa, 12 April 2011, kami akan menempuh jalur penyelesaian secara hukum," Emerson.

Persis sepekan sebelum 12 April, mestinya digelar rapat konsultasi lanjutan membahas rencana pembangunan gedung DPR. Tapi, acara itu batal digelar. Pasalnya, dua pimpinan DPR tak bisa hadir, yaitu Anis Matta dan Priyo Budi Santoso. Rapat dijadwalkan digelar Kamis, 7 April. Meski di sana para pimpinan DPR hadir, pembatalan tak bisa diputus di sana.

Marzuki Alie menjelaskan, rencana pembangunan gedung baru DPR sudah diputuskan oleh DPR periode 2004-2009 dan anggarannya sudah mulai tersedia dalam UU APBN 2010. Karena itu, kata Marzuki, hanya rapat paripurna saja yang bisa membatalkan. "Itu undang-undang, rapat konsultasi tidak bisa membatalkan alat kelengkapan. Yang bisa batalkan rapat paripurna," kata Marzuki. Menuju ke rapat paripurna, apapun bisa terjadi. (liputan6.com)

2 comments:

  1. gan tuh newstickernya kok masih dibawah trus lebarnya juga masih asal2an. ni mw bagi2 ilmu gan, Kalo pengen newstickernya berada di atas dan bisa standby alias ga ilang ketika discroll coba agan lihat scripnya di http://pinterneter.blogspot.com/2011/02/cara-pasang-newsticker-di-blog.html
    keliatannya scripnya sama, tapi yang versi ini dijamin mak nyuzzzz....
    oy untuk lebar ntar "width"nya tinggal disesuaikan mau di tambah ato dikurangi.
    Semoga bermanfaat n happy blogging..

    ReplyDelete
  2. Thanks bro atas infonya,,cara pasang newsticker ini saya dapat dari http://pinterneter.blogspot.com/2011/02/cara-pasang-newsticker-di-blog.html.

    ReplyDelete